Pengesahan revisi Undang-Undang TNI oleh DPR RI pada 20 Maret 2025 menambah daftar panjang produk legislasi yang lebih berpihak pada kepentingan elite ketimbang rakyat. Proses pembahasannya yang terkesan terburu-buru semakin memperlihatkan bagaimana DPR lebih mengutamakan agenda politik tertentu dibandingkan menjalankan fungsi legislasinya secara demokratis dan transparan.
UU TNI yang baru ini berpotensi mencederai reformasi, terutama dengan perluasan peran militer dalam ranah sipil. Tambahan tugas dalam operasi militer selain perang dan bertambahnya posisi yang bisa diisi oleh perwira aktif di berbagai lembaga sipil menjadi indikasi bahwa militer perlahan-lahan kembali mengambil ruang yang seharusnya dikelola oleh pemerintahan sipil. Ini bertolak belakang dengan semangat reformasi 1998 yang berusaha memastikan supremasi sipil atas militer.
Yang lebih mencengangkan, DPR tampak begitu cepat dan kompak mengesahkan revisi ini, sementara banyak undang-undang yang justru melindungi hak rakyat masih terbengkalai.
Di mana UU Masyarakat Adat yang sudah bertahun-tahun diperjuangkan? Di mana UU Perampasan Aset yang bertujuan memberantas korupsi?
Seolah-olah kepentingan rakyat selalu dikesampingkan, sementara aturan yang menguatkan posisi elite disahkan dengan cepat.
Ketergesaan dalam mengesahkan UU TNI ini juga menunjukkan bahwa DPR lebih sibuk mengurus hal yang menguntungkan kelompok tertentu daripada memastikan undang-undang yang dihasilkan benar-benar matang dan berpihak pada rakyat. Jika revisi ini dibuat tanpa kajian yang matang dan tanpa melibatkan partisipasi publik yang cukup, maka tidak heran bila di kemudian hari akan muncul dampak negatif yang justru merugikan demokrasi dan kebebasan sipil.
Legislasi seharusnya bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah proses yang mengutamakan kepentingan rakyat. Namun, dengan pola seperti ini, DPR RI semakin kehilangan kepercayaan publik. Reformasi yang seharusnya dijaga malah dihancurkan dari dalam oleh para wakil rakyat yang mestinya menjadi benteng demokrasi.
Rakyat tidak butuh UU yang memperkuat cengkeraman militer di ranah sipil. Rakyat butuh UU yang menjamin hak-hak mereka, melindungi sumber daya mereka, dan memastikan bahwa demokrasi tetap menjadi prinsip utama dalam kehidupan bernegara.**