Strategi politik asimetris yang dilakukan oleh pimpinan daerah yang juga menjabat sebagai ketua partai, dengan mendorong para calon legislatif (celeg) dari partainya dengan harapan palsu untuk menang hanya untuk mendulang suara partai, mencerminkan ketidakadilan dalam kompetisi politik dan merusak integritas demokrasi.
Pertama-tama, praktik semacam ini mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang sehat. Demokrasi seharusnya memberikan kesempatan yang sama bagi semua calon untuk bersaing berdasarkan merit dan visi mereka untuk melayani masyarakat, bukan berdasarkan dukungan finansial atau kekuasaan politik yang dimiliki oleh para elit partai. Dengan memberikan harapan palsu kepada calon agar mereka bertarung hanya untuk mendulang suara partai, hal ini meniadakan esensi dari demokrasi yang adil dan merata.
Kedua, praktik ini juga menciptakan lingkungan politik yang korup dan tidak sehat. Para calon legislatif yang dijanjikan dukungan semata-mata untuk kepentingan partai, tanpa mempertimbangkan kualitas atau kapasitas mereka untuk melayani masyarakat dengan baik, tidak hanya akan mengalami kekecewaan, tetapi juga dapat terjerumus dalam politik uang atau praktik korupsi untuk memperoleh dukungan yang dijanjikan.
Selain itu, strategi ini juga merugikan masyarakat secara keseluruhan. Dengan fokus pada kepentingan partai dan kekuasaan politik, para pimpinan daerah yang terlibat dalam praktik politik asimetris seringkali mengesampingkan kepentingan nyata masyarakat dan masalah yang dihadapi oleh rakyat. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap proses politik serta meningkatkan kesenjangan antara elit politik dan rakyat.
Penggunaan kekuasaan oleh pimpinan daerah untuk memenangkan calon legislatif dari partai yang dipimpinnya, dengan memanipulasi infrastruktur jabatan SKPD dan bantuan sosial seperti BPJS Kesehatan, merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang merusak integritas demokrasi.
Tindakan semacam ini tidak hanya mencoreng prinsip-prinsip demokrasi yang sehat, tetapi juga mengancam keadilan dalam proses politik. Infrastruktur jabatan SKPD seharusnya digunakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat dan pengembangan daerah, bukan sebagai alat untuk kepentingan politik sempit. Begitu juga dengan bantuan sosial seperti BPJS Kesehatan, yang seharusnya membantu masyarakat yang membutuhkan, bukan digunakan sebagai alat politik untuk memenangkan suara.
Penyalahgunaan kekuasaan semacam ini menciptakan ketidaksetaraan dalam kompetisi politik. Calon legislatif yang mendapat dukungan dari pimpinan daerah memiliki akses yang tidak adil terhadap sumber daya dan dukungan yang diperlukan untuk kampanye yang efektif, sementara calon dari partai lain atau calon independen mungkin terpinggirkan dan tidak memiliki akses yang sama.
Lebih dari itu, penyalahgunaan kekuasaan semacam ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan dan proses politik. Masyarakat yang menyadari adanya praktik korup atau manipulasi politik seperti ini akan semakin meragukan integritas pemimpin mereka dan keadilan dalam sistem politik.
Untuk memastikan integritas demokrasi, diperlukan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi yang lebih besar dari masyarakat dalam proses politik. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa penggunaan sumber daya publik seperti infrastruktur jabatan SKPD dan bantuan sosial tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik. Selain itu, masyarakat juga perlu lebih aktif dalam memantau dan melaporkan praktik-praktik yang tidak etis atau melanggar hukum dalam politik lokal mereka.
Penyalahgunaan kekuasaan dalam politik lokal bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah moral dan etika. Pemimpin yang benar-benar melayani masyarakat harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dan berkomitmen untuk menjaga integritas demokrasi lokal demi kepentingan bersama.
Untuk memperbaiki situasi ini, diperlukan reformasi dalam sistem politik yang mempromosikan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat yang lebih besar. Partai politik harus mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi internal yang sehat dan memastikan bahwa seleksi calon legislatif didasarkan pada kualitas, integritas, dan dedikasi mereka untuk melayani masyarakat. Selain itu, diperlukan juga upaya untuk meningkatkan pemahaman politik dan kritis masyarakat tentang praktik-praktik politik yang tidak etis atau merugikan, sehingga mereka dapat lebih cerdas dalam memilih wakil-wakil mereka yang akan mewakili kepentingan mereka secara nyata di tingkat legislatif.