Perencanaan pembangunan di Desa selama ini belum menyentuh aspek keruang-an, karena itu kerapkali kualitas perencanaan pembangunan di desa tidak berbasis pada potensi yang ada.
Dengan hadirnya Undang-undang Desa yang disandarkan pada asas rekognisi dan subsidiaritas sebagai prinsip baru , memberikan ruang yang lebih luas kepada desa untuk melakukan penataan dan pengelolaan potensi wilayahnya demi menjadikan Desa Maju, Sejahtera, Mandiri dan Demokratis.
Pengaturan Tata Ruang Desa pada dasarnya hingga saat ini belum ada pengaturan khususnya. Undang-undang Penataan Ruang yang secara konseptual bersifat top-down tidak mengatur mengenai hal ini.
Meski demikian beberapa inisiatif dari desa terus berkembang untuk membuat produk kebijakan tata ruang desa, seiring dengan diberlakukannya Undang-undang Desa.
Undang-Undang Desa mengatur segala hal tentang desa sebagai sebuah entitas pemerintahan yang memiliki otonomi dalam mengatur dan mengelola sumber daya yang dimilikinya. Di sinilah isu tata ruang menjadi penting untuk dilihat dalam konteks sebagai bagian dari obyek pengaturan yang kewenangannya dimiliki oleh Desa sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (4) : Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,pungutan, tata ruang, dan organisasi pemerintah desa harus mendapatkan evaluasi dariBupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
Pemanfaatan Ruang untuk Kepentingan Masyarakat Dalam penentuan kawasan untuk penataan ruang desa, terdapat beberapa skema pemanfaatan kawasan untuk kepentingan masyarakat. Beberapa skema pemanfaatan ruang tersebut adalah:
1. Hutan Desa
Menurut peraturan perundangan, yang dimaksud dengan hutan desa adalah hutan negara yang dikelola, dimanfaatkan, dan dipergunakan untuk kesejahteraan desa.artinya, keberadaan hutan desa memang diperuntukkan bagi desa dalam memanfaatkan sumber daya hutan. Areal hutan desa dapat berada pada kawasan hutan produksi, bahkan hutan lindung, asalkan berada dalam wilayah administrasi desa bersangkutan, dan belum dibebani hak pengelolaan ataupun izin pemanfaatan
Dalam pengajuannya, masyarakat melalui kepala desa dapat mengajukan permohonan kepada bupati pada wilayah tertentu didesa untuk dijadikan hutan desa. beberapa manfaat yang dapat diperoleh melalui hutan desa antara lain hasil hutan kayu dan non kayu (untuk hutan produksi), dan hasil hutan non kayu, seperti tanaman hias, madu, rotan, jamur, buah, dll (untuk hutan lindung).
2. Hutan Kemasyarakatan
Hutan Kemasyarakatan merupakan hutan negara yang ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat7 .Yang dimaksud dengan masyarakat setempat adalah masyarakat yang tinggal disekitar hutan dan tidak dibatasi oleh wilayah administratif desa. Meskipun tidak dibatasi oleh wilayah administratif
3. Hutan Tanaman Rakyat
4. Hutan Adat
Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat8 .Dalam ketentuan peraturan perundangan, hak-hak masyarakat adat masih diakui asalkan masyarakat adat tersebut masih ada dan diakui keberadaannya. Dalam hal ini, hanya masyarakat adat yang diperbolehkan mengelola memanfaatkan hasil hutan yang dapat berada pada kawasan hutan produksi, lindung maupun konservasi.
5. Hutan Rakyat
Jika merujuk pada definisi yang diberikan oleh UU, maka hutan rakyat adalah hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik9 .Jika hutan-hutan yang telah dijelaskan sebelumnya (hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan adat) merupakan hutan negara ataupun hutan yang tidak dibebani hak kepemilikan, maka hutan rakyat dianggap sebagai hutan hak.Bukti kepemilikan hak tersebut dapat melalui sertifikat hak milik oleh BPN, sertifikat hak pakai, ataupun dokumen lainnya yang membuktikan kepemilikan lahan.Hutan rakyat dibangun atas inisiatif masyarakat secara mandiri untuk menghasilkan kayu maupun hasil lainnya yang dapat dimanfaatkan dari hutan tersebut.
6. Pertanian Berkelanjutan
Berbeda dengan pemanfaatan kawasan hutan, pada pertanian berkelanjutan berada
pada kawasan APL.Pada pertanian berkelanjutan, pemerintah memberikan
perlindungan dan memfasilitasi pengembangan pada lahan pertanian
berkelanjutan guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan
kedaulatan pangan nasional10.Yang dimaksud dengan pangan pokok tidak hanya
berasal dari sumber hayati, seperti halnya pertanian, namun dapat juga dari
sumber hewani (peternakan).Yang pasti pangan dianggap sebagai makanan utama
bagi manusia.Dalam hal pengusulan, dapat dilakukan oleh masyarakat dan
selanjutnya dimusyawarahkan bersama dengan pemerintah desa, kecamatan, dan
kabupaten