Akhir-akhir ini banyak sekali tagar #TolakOmniBusLaw , lalu jenis mahluk apakah Omnibuslaw itu?
lalu kenapa haru ada, dan siapa yang di untungkan?
lalu kenapa haru ada, dan siapa yang di untungkan?
Ada banyak pengertian soal Omnibus Law. Secara harfiah, kata omnibus berasal dari bahasa Latin omnis yang berarti banyak. Umumnya hal ini dikaitkan dengan sebuah karya sastra hasil penggabungan beragam genre, atau dunia perfilman yang menggambarkan sebuah film yang terbuat dari kumpulan film pendek.
Paulus Aluk Fajar dalam Memahami Gagasan Omnibus Law menulis, di dalam Black Law Dictionary Ninth Edition Bryan A.Garner disebutkan omnibus: relating to or dealing with numerous object or item at once ; inculding many thing or having varius purposes. Sehingga dengan definisi tersebut jika dikontekskan dengan UU maka dapat dimaknai sebagai penyelesaian berbagai pengaturan sebuah kebijakan tertentu, tercantum dalam dalam berbagai UU, ke-dalam satu UU payung.
Dari segi hukum, kata omnibus lazimnya disandingkan dengan kata law atau bill yang berarti suatu peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan dengan substansi dan tingkatannya berbeda. Menurut Audrey O” Brien (2009), Omnibus Law adalah suatu rancangan undang-undang (bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang.
Sementara bagi Barbara Sinclair (2012), omnibus bill merupakan proses pembuatan peraturan yang bersifat kompleks dan penyelesaiannya memakan waktu lama karena mengandung banyak materi meskipun subjek, isu, dan programnya tidak selalu terkait. Penggunaan Omnibus Law telah banyak dilakukan oleh negara di dunia terutama yang menggunakan tradisi common law system. Di dunia terdapat dua sistem hukum yakni common law system dan civil law system. Indonesia mewarisi tradisi civil law system.
Sejarah omnibus dapat dilihat di beberapa negara yang telah menerapkan misalnya AS, Kanada hingga Inggris. Konsep Omnibus Law sebenarnya sudah cukup lama. Di Amerika Serikat (AS) tercatat UU tersebut pertama kali dibahas pada 1840. Di Kanada, background paper yang dipublikasikan Library of Parliament dari Parlemen Kanada tentang Omnibus bill: Frequently Ask Questions, Bedard (2012: 2) menyatakan sulit untuk menyatakan kapan pertama kali omnibus bill diajukan di Parlemen Kanada.
House of Commons Procedure and Practice memperkirakan praktek Omnibus Bill dimulai pada tahun 1888, ketika sebuah usul RUU diajukan dengan tujuan meminta persetujuan terhadap dua perjanjian jalur kereta api yang terpisah. Namun, RUU semacam omnibus juga ditengarai ada pada awal 1868, yaitu pengesahan sebuah undang-undang untuk memperpanjang waktu berlakunya beberapa undangundang pasca-Konfederasi Kanada. Salah satu Omnibus Bill terkenal di Kanada (yang kemudian menjadi Criminal Law Amendment Act, 1968-69 yang terdiri dari 126 halaman dan 120 klausul) adalah perubahan terhadap Criminal Code yang disetujui pada masa kepemimpinan Pierre Eliot Trudeau (Menteri Kehakiman di pemerintahan Lester Pearson).
Undang-undang ini mengubah beberapa kebijakan, yaitu masalah homoseksual, prostitusi, aborsi, perjudian, pengawasan senjata, dan mengemudi dalam keadaan mabuk. Konsep hukum omnibus juga telah dicoba oleh negara-negara Asia Tenggara. Di Vietnam, penjajakan penggunaan teknik omnibus dilakukan untuk implementasi perjanjian WTO. Di Filipina, penggunaan Omnibus Law lebih mirip dengan apa yang ingin dilakukan di Indonesia. Filipina memiliki Omnibus Investment Code of 1987 and Foreign Investments Act Of 1991.
Berdasarkan policy paper yang disusun oleh Aquino, Correa, dan Ani (2013: 1), pada 16 Juli 1987, Presiden Corazon C. Aquino menandatangani Executive Order No. 26 yang dikenal sebagai The Omnibus Investments Code of 1987 (Peraturan Omnibus tentang Investasi Tahun 1987). Peraturan tersebut ditujukan untuk mengintegrasikan, memperjelas, dan menyelaraskan peraturan perundang-undangan tentang investasi untuk mendorong investasi domestik dan asing di negara tersebut.
Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan tentang fungsi dan tugas Dewan Investasi (Board of Investments); investasi dengan insentif; insentif untuk perusahaan multinasional; dan insentif untuk perusahaan pemrosesan ekspor. Apakah Omnibus Bill atau Omnibus Law berhasil? Menurut Dodek (2017: 1) selama beberapa dekade penggunaannya, Omnibus Law berkembang menjadi “undemocratic practise” (praktek yang tidak demokratis) dalam pembentukan undang-undang di Parlemen.
Waktu yang singkat kerap membuat parlemen tidak dapat membahas Omnibus Law cuntuk membahas secara mendalam. Selanjutnya dengan doktrin pemisahan kekuasaan, seolah-olah tidak ada pemisahan antara eksekutif dan legislatif, karena legislatif yang dikuasai oleh koalisi pemerintah akan cenderung mendukung apapun yang diajukan pemerintah.
Beberapa Hari yang lalu Indonesia telah mengesahkan Omnibus Law tentang kemudahan investasi di Indonesia. Yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), RUU Perpajakan, dan RUU UMKM.
Dari segi hukum, kata omnibus lazimnya disandingkan dengan kata law atau bill yang berarti suatu peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan dengan substansi dan tingkatannya berbeda. Menurut Audrey O” Brien (2009), Omnibus Law adalah suatu rancangan undang-undang (bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang.
Sementara bagi Barbara Sinclair (2012), omnibus bill merupakan proses pembuatan peraturan yang bersifat kompleks dan penyelesaiannya memakan waktu lama karena mengandung banyak materi meskipun subjek, isu, dan programnya tidak selalu terkait. Penggunaan Omnibus Law telah banyak dilakukan oleh negara di dunia terutama yang menggunakan tradisi common law system. Di dunia terdapat dua sistem hukum yakni common law system dan civil law system. Indonesia mewarisi tradisi civil law system.
Sejarah omnibus dapat dilihat di beberapa negara yang telah menerapkan misalnya AS, Kanada hingga Inggris. Konsep Omnibus Law sebenarnya sudah cukup lama. Di Amerika Serikat (AS) tercatat UU tersebut pertama kali dibahas pada 1840. Di Kanada, background paper yang dipublikasikan Library of Parliament dari Parlemen Kanada tentang Omnibus bill: Frequently Ask Questions, Bedard (2012: 2) menyatakan sulit untuk menyatakan kapan pertama kali omnibus bill diajukan di Parlemen Kanada.
House of Commons Procedure and Practice memperkirakan praktek Omnibus Bill dimulai pada tahun 1888, ketika sebuah usul RUU diajukan dengan tujuan meminta persetujuan terhadap dua perjanjian jalur kereta api yang terpisah. Namun, RUU semacam omnibus juga ditengarai ada pada awal 1868, yaitu pengesahan sebuah undang-undang untuk memperpanjang waktu berlakunya beberapa undangundang pasca-Konfederasi Kanada. Salah satu Omnibus Bill terkenal di Kanada (yang kemudian menjadi Criminal Law Amendment Act, 1968-69 yang terdiri dari 126 halaman dan 120 klausul) adalah perubahan terhadap Criminal Code yang disetujui pada masa kepemimpinan Pierre Eliot Trudeau (Menteri Kehakiman di pemerintahan Lester Pearson).
Undang-undang ini mengubah beberapa kebijakan, yaitu masalah homoseksual, prostitusi, aborsi, perjudian, pengawasan senjata, dan mengemudi dalam keadaan mabuk. Konsep hukum omnibus juga telah dicoba oleh negara-negara Asia Tenggara. Di Vietnam, penjajakan penggunaan teknik omnibus dilakukan untuk implementasi perjanjian WTO. Di Filipina, penggunaan Omnibus Law lebih mirip dengan apa yang ingin dilakukan di Indonesia. Filipina memiliki Omnibus Investment Code of 1987 and Foreign Investments Act Of 1991.
Berdasarkan policy paper yang disusun oleh Aquino, Correa, dan Ani (2013: 1), pada 16 Juli 1987, Presiden Corazon C. Aquino menandatangani Executive Order No. 26 yang dikenal sebagai The Omnibus Investments Code of 1987 (Peraturan Omnibus tentang Investasi Tahun 1987). Peraturan tersebut ditujukan untuk mengintegrasikan, memperjelas, dan menyelaraskan peraturan perundang-undangan tentang investasi untuk mendorong investasi domestik dan asing di negara tersebut.
Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan tentang fungsi dan tugas Dewan Investasi (Board of Investments); investasi dengan insentif; insentif untuk perusahaan multinasional; dan insentif untuk perusahaan pemrosesan ekspor. Apakah Omnibus Bill atau Omnibus Law berhasil? Menurut Dodek (2017: 1) selama beberapa dekade penggunaannya, Omnibus Law berkembang menjadi “undemocratic practise” (praktek yang tidak demokratis) dalam pembentukan undang-undang di Parlemen.
Waktu yang singkat kerap membuat parlemen tidak dapat membahas Omnibus Law cuntuk membahas secara mendalam. Selanjutnya dengan doktrin pemisahan kekuasaan, seolah-olah tidak ada pemisahan antara eksekutif dan legislatif, karena legislatif yang dikuasai oleh koalisi pemerintah akan cenderung mendukung apapun yang diajukan pemerintah.
Beberapa Hari yang lalu Indonesia telah mengesahkan Omnibus Law tentang kemudahan investasi di Indonesia. Yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), RUU Perpajakan, dan RUU UMKM.